LAYARAMBHA

LAYARAMBHA: FESTIVAL FILM TARI

 

Kuratorial

Dalam sejarah seni media, film tari merupakan genre film yang muncul dalam wacana film eksperimental dan film independen sejak awal abad ke-20. Film tari menggunakan elemen tari dan koreografi untuk menarasikan tema yang diangkat. Tubuh dan tari yang hadir dalam skenario diinterpretasikan melalui berbagai pendekatan sesuai dengan arahan artistik yang dipilih oleh sutradara dan koreografer.

 

Luasan metode penciptaan film tari sangat besar, dari yang berkarakter puitis hingga pengisahan realistis. Walaupun demikian, kerja kamera, arahan fotografi hingga penyuntingan gambar sangat berpengaruh dalam menciptakan alur yang mampu menembus lapisan realitas sekaligus kedalaman emosional atau psikologis. Koreografi dan film memiliki fokus yang kuat pada tubuh yang bergerak dan hubungannya dengan ruang dan waktu. Keduanya dapat dianggap sebagai seni gerak, menginterogasi sifat dan kualitas gerakan dan menghasilkan variasi gerakan baru melalui karya dengan tubuh, desain teater, objek, kamera, suntingan, dan efek pascaproduksi. Variasi gerakan yang ditampilkan dalam film tari dihasilkan melalui proses sinematik dan dapat berupa apa saja, misalnya: gerakan bagian tubuh, kerumunan, objek atau detail grafis, dan dapat dianimasikan dengan kekuatan luar seperti elemen alam atau manipulasi teknologi. Gerakan-gerakan inilah yang menciptakan sine-koreografi yang merupakan pertunjukan film dalam film tari.

Hubungan antara tubuh tari dan kamera juga mencakup luasan yang sangat variatif. Pendekatan etnografis  dan dokumenter di mana penari menari untuk kamera banyak dilakukan hingga pada era digital saat ini. Film tari juga bisa merupakan interpretasi sinematik atas koreografi yang awalnya diciptakan sebagai karya panggung namun dimodifikasi dan dipindahruangkan sebagai koreografi untuk kamera dengan mengambil tempat di luar konteks panggung. Selama masa pandemi, film tari mendapatkan banyak perhatian dari peminat tari di Indonesia, terutama karena terbatasnya kesempatan untuk menampilkan karya koreografi di atas panggung. Sebagai salah satu alternatif alih wahana, film tari memungkinkan para koreografer untuk bekerja sama dengan juru kamera dan sutradara film. 

Film tari telah memperoleh apresiasi dalam festival-festival film tari internasional dan juga di Indonesia. Pada Festival Film Tari Indonesia Bertutur, film tari dipandang sebagai alternatif proses pembahasaan dan struktur pengetahuan, model kecerdasan somatis, dan signifikansi jasmani yang menantang banyak paradigma terkait pembuatan film, namun juga memiliki kedekatan dengan esensi koreografinya. 

Tema besar Indonesia Bertutur 2022 menjadi acuan pemilihan film tari yang ditayangkan pada Layarambha. Film-film dengan tema-tema turunan ini mengajak penonton untuk memahami berbagai metode dan telusur unik melalui pendekatan antropologi, sejarah, politik, hubungan sosial, dan kondisi alam serta inspirasi langsung dari situs-situs cagar budaya. 

Dalam kerja kurasi yang kompleks, kami mengundang Elysa Wendi sebagai ko-kurator yang memberikan  sederetan pilihan judul yang sangat mempertimbangkan arahan tema Indonesia Bertutur. Sebagai produser film tari, sutradara, koreografer, dan kurator festival film di berbagai negara, Elysa menawarkan kecermatan pilihan atas film-film tari yang diharapkan bisa membuka cakrawala pengetahuan dan juga berbagi semangat telisik atas narasi-narasi lama dalam perwujudan konteks masa sekarang.  

Layarambha – Festival Film Tari Indonesia Bertutur 2022 menghadirkan delapan film panjang dan 16 film pendek dari berbagai jenis film tari dan dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia. Festival Film Tari Indonesia Bertutur 2022 diadakan di area terbuka dan menyatu dengan situasi taman di pelataran Candi Borobudur. 

 

Melati Suryodarmo

 

Catatan Co- Kurator

 


 

FILM PANJANG INTERNATIONAL

 

And The We Danced / და ჩვენ ვიცეკვეთ (113 menit / Georgia / 2019)

Anerca, Breath of Life / Anerca, elämän hengitys (87 menit / Finlandia / 2020)

Body-Buildings  (50 menit / Portugal / 2021)

Shari (61 menit / Jepang / 2021)

The Ferryman / Le passeur des Lieux (71 menit / Prancis / 2016)

The Written Face (89 menit / Swiss, Jepang / 1995)

Touching The Skin of Eeriness / 不気味 な ものの 肌 に 触れる (54 menit / Jepang / 2013)

 


 

FILM PANJANG INDONESIA

 

The Seen And Unseen / Sekala Niskala (83 menit / Indonesia / 2018)

 


 

FILM PENDEK INTERNATIONAL

 

Afterlight (10 menit / Thailand / 2018)

Ali (14 menit / Jerman / 2019)

Fallen Memory / Kenangan yang Berjatuhan (10 menit / Singapura, Makau, Indonesia / 2021)

I Will Meet You There (14 menit / Inggris / 2022)

Lucy (15 menit / Cina / 2014)

Traverse (13 menit / Kanada / 2018)

 


 

FILM PENDEK INDONESIA

 

48 hours / 48 Jam (10 min / Indonesia / 2022) | FILM COMPETITION CIPTA INDONESIA BERTUTUR

Chain of Chain / Rantai Kehidupan (10 menit / Indonesia / 2022) | FILM KOMPETISI CIPTA INDONESIA BERTUTUR

Cost of A Tiger Skin / Harga Mahal yang Dibayar Murah (25 menit / Indonesia / 2022) | FILM KOMPETISI CIPTA INDONESIA BERTUTUR

Lebih Sedikit (12 menit / Indonesia / 2021)

Malu (11 menit / Indonesia / 2021)

Riwayat (10 menit / Indonesia / 2022)

 


 

HYBRID MOTION

 

Kumpulan empat pertemuan kreatif antara seniman tari dan pembuat film dari Singapura dan Hong Kong untuk bereksperimen dengan bentuk-bentuk film tari pendek. Genre temuan mereka berkisar dari dokumenter hibrida, potret spekulatif, roman interpretatif, dan improvisasi absurd; sebuah ode untuk panorama kemungkinan yang melingkupi interaksi antara seni pertunjukan dan audiovisual yang berkaitan dengan tubuh dan ingatannya.

 

Fish / 魚 (15 menit / Singapura, Hong Kong / 2019)

Someday I Will Become A Rock / 一 棵 樹 (19 menit / Hong Kong, Singapura / 2019)

Till Then Awakening In A Dream / 再見 , 遊園 ​​驚夢 (23 menit / Hong Kong / 2019)

Ward 11 (16 menit / Hong Kong, Singapura / 2019)