RUWATAN BUMI
RUWATAN BUMI: CLOSING RITUAL
Hampir di seluruh wilayah di Nusantara terdapat tradisi upacara kekhasan daerahnya masing-masing. Upacara-upacara adat diselenggarakan dengan tujuan khusus dan selalu melibatkan masyarakatnya. Kepentingan masyarakat untuk melakukan tradisi upacara tersebut menyesuaikan dengan kepercayaan serta kondisi masyarakat dan alamnya. Hal ini sejalan dengan pesan dari leluhur kita untuk menjaga warisan kekayaan alam semesta agar hidup manusia tercukupi dari hasil bumi dan laut. Budaya agraris dan maritim kita memiliki tatanan yang menyeimbangkan ekosistem kehidupan yang berkesinambungan.
Hampir di seluruh wilayah di Nusantara terdapat tradisi upacara kekhasan daerahnya masing-masing. Upacara-upacara adat diselenggarakan dengan tujuan khusus dan selalu melibatkan masyarakatnya. Kepentingan masyarakat untuk melakukan tradisi upacara tersebut menyesuaikan dengan kepercayaan serta kondisi masyarakat dan alamnya. Hal ini sejalan dengan pesan dari leluhur kita untuk menjaga warisan kekayaan alam semesta agar hidup manusia tercukupi dari hasil bumi dan laut. Budaya agraris dan maritim kita memiliki tatanan yang menyeimbangkan ekosistem kehidupan yang berkesinambungan.
Tanah, Air, Udara, dan Api, empat elemen inti kehidupan ini dipercayai oleh masyarakat Indonesia dan juga di belahan bumi lainnya. Di mana pun kehidupan, di antara langit dan bumi, laut dan daratan, di seluruh delapan jangkauan mata angin, manusia akan kembali kepada tubuhnya, tubuh yang sarat dengan kepekaan atas hidup yang hakiki. Pada kondisi tertentu, kebutuhan untuk mengekspresikan rasa syukur dan terima kasih kepada alam, tanah, air, langit, dewa, dewi, roh-roh leluhur, dan Tuhan menjadi semakin meningkat.
Ruwatan Bumi mewakili suara segala makhluk, yang nampak maupun tidak nampak, untuk menghidupkan kembali napas cinta kita pada bumi tempat kita berpijak, sang Maha Ibu segala makhluk terlahir di atasnya. Tiba waktunya bagi kita untuk sejenak meratap dan bermantra, menerima kasunyatan (kenyataan), merendah, dan merunduk pada ketidakberdayaan di depan kuasa alam semesta.
Ruwatan Bumi ini merupakan peristiwa kolektif, perpaduan antara upacara ritual dan kemasan pertunjukan yang melibatkan pemimpin-pemimpin adat dan kelompok kesenian berbasis vokal dan tari tradisional dari berbagai wilayah Indonesia. Suara-suara Nusantara yang akan dilantunkan oleh para penyuara dari segala penjuru di tanah air, yang berpadu dengan mantra segala bahasa ibu, akan menghantarkan kita kepada kesadaran baru, untuk mencintai, melindungi, dan hidup merawat ibu bumi kita. Kekuatan suara vokal dalam ranah musik tradisi memiliki kekuatan universal yang bisa menghadirkan bahasa rasa dan menyentuh siapa pun pendengarnya tanpa memahami bahasanya. Penyampaian pesan-pesan kebahagiaan, kesedihan maupun kekhusyukan puja kepada semesta dan Ilahi melalui lantunan tembang, dendang maupun ratapan akan memberikan sentuhan rohaniah bagi pendengarnya.
Bersama para tetua adat, pembimbing, dan guru jiwa, seluruh hadirin diajak menyongsong cahaya, menumbuhkan kesadaran atas keberadaan kita terhadap alam kehidupan. Suasana khusyuk penuh kesederhanaan terwujud pula lewat wewangian gaharu dan aroma-aroma rempah suci yang tersulam dalam lantunan suara dan penghayatan terhadap semesta.
Ruwatan Bumi adalah sebuah peristiwa kesenian-ritual yang bertolak dari spiritualitas-tradisi Nusantara ini dan mengolah upacara ritual ruwatan dalam tatanan artistik kekinian, penuh kekhusyukan dan keagungan.
PENAMPIL RUWATAN BUMI
KRINOK: Zahara
RONGGENG GUNUNG: Raspi
BAGURAU – RATOK: M. Halim & Ernawati
BELUK: Ayi Ruhyat & Dedi Junaedi
TARAWANGSA: Abun & Yosef Fadilah
ROYONG: Billong Daeng Sakking dan Daeng Caya
PADUAN SUARA: Cantabile Chorale
MOCOPATAN: Peni Candra Rini dan Nur Handayani
HEDOQ: Lembaga Adat Dayak Wehea Desa Nehas Liah Bing
PENGHAYAT KEPERCAYAAN: Palang Putih Nusantara Kejawen Urip Sejati Sekretariat Onggosoro
TOKOH TARI PEREMPUAN: Ni Luh Menek
Annastasya Verina | Dani S. Budiman | Dimas Eka Prasinggih |
Gabriela Hasianna Millinea Nainggolan | Kurniadi Ilham |
Mekratingrum Hapsari | Razan Wirjosandjojo | Sekar Tri Kusuma |
Fitri Anggraini | M. Fitrik | Eka Octaviana | Alisa Soelaeman |
Yovan Anggara | Menthari Ashia | Kezia Alyssa Sandy |
I Made Yogi Sugiartha | Abu Hasan Lobubun
PENAMPIL DOA KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT →
Komunitas Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik
Guru Sibaso, Karo, Sumatera Utara
Sikerei, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat
Suku Mulu, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur
Melati Suryodarmo | Shinta Febriany | Hartati | Ida El Bahra |
Nyak Ina Raseuki | Gema Swaratyagita |Septina Rosalina Layan |
Isha Hening | Asha Smara Darra | Arlin Chondro
KERABAT KERJA
PENDUKUNG ARTISTIK
Co-Curator: Reizki Habibullah
Lighting Designer: Sony Sumarsono & Zureine Novara
Sound Designer: Jack Arthur Simanjuntak
Sound Designer Assistant: Gelar Pandu Rahardjo
Sound Engineer: R. Bakhrudin Rosyd
Composer Assistant: Tessa Prianka
Stage Visual Assistant: Rizky Adiputera, Danis Wisnu Nugroho
Wardrobe: Oscar Lawalata Culture
Make Up Artist: Maha Creative MUA
MANAJEMEN
Stage Manager: Yasmina Zulkarnain
Deputy Stage Manager: Monty Ariaawangga Makmur, Fina Mahardika
Stage Manager Assistant: Sendy Wildiani, Alexandro Subianto, Riesco Thosan, Basundara Murba, Firmansyah, Dudi Supriyadi
Stage Assistant: Bimo Sasongko, Euthasia Mawardiningsih
Technical Coordinator: Keni Soeriaatmadja
Technical Staff: Tazkia Hariny Nurfadlillah, Agni Ekayanti Sunarya, Inashifa Gardani, Ferry Cahyo Nugroho, Hasna Febria
Translator: Henny Rolan, Ninus Andarnuswari
Graphic Designers: Garyanes, Dwi